gayo

gayo
keluarga besar

Laman

Sabtu, 20 Maret 2010

olahraga dan ekonomi

EKONOMI DAN OLAHRAGA


PENDAHULUAN
Baru sebagian warga Indonesia yang menyadari olah raga sebagai sebuah kebutuhan. Kesadaran ini belum merata di semua lapisan masyarakat. Penyebabnya bukan ketidaktahuan akan manfaat olah raga namun lebih karena kebiasaan dan gaya hidup serta perbedaan cara pandang tentang olah raga.
Pergeseran orientasi terhadap jenis dan nilai olah raga terjadi akibat perubahan dalam gaya hidup. Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar kesenangan dan kenyamanan fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur gerak. Banyak karyawan atau pekerja kantoran menghindari naik turun tangga. Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada masa usia dini, "kenyamanan" pun secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus berjalan kaki, anak-anak berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar jemput.
Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam memandang olah raga. Berolah raga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetisi dan prestasi, tetapi juga karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya, klub-klub senam kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak di mana-mana dan lebih populer dibandingkan senam ritmik dan cabang prestatif lainnya.
Ketiga, pilihan jenis dan tujuan olah raga pun bergeser. Orientasi olah raga yang langsung atau tidak langsung bersifat ekonomi tumbuh semakin tajam. Orientasi ekonomi langsung, terlihat pada "perkawinan" antara olah raga dengan ekonomi. Olah raga pun kini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bahkan dalam dua dekade terakhir, ekonomi olah raga tumbuh dengan eskalasi makin besar. Kontribusi olah raga bagi pertumbuhan ekonomi tampak dalam pengembangan industri olah raga.
Di negara maju olah raga sudah terindustrialisasi secara masif. Perubahan struktur ini juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai profesionalisme secara ketat. Semakin besar nilai, kontrak, misalnya, semakin berat beban
profesionalisme sang atlet.
Ternyata, industrialisasi olah raga pun mengalami globalisasi. Seperti juga di bidang lain di luar olah raga, globalisasi industri olah raga pun membuat bangsa kita tergagap. Kita tidak siap bersaing dan hanya menerima luberan pengaruh kultur olah raga pada skala global.
Nilai profesionalisme pun mulai ditanamkan di kalangan atlet nasional, meski tidak utuh seperti yang berlaku pada masyarakat yang industri olah raganya sudah maju. Namun gejala umum berlaku dalam dunia olah raga kita adalah bahwa ternyata perubahan stuktur (seperti aturan transfer) tidak selalu diikuti kultur profesional. Itulah sebabnya, tawuran kerap terjadi pada ajang yang mengusung bendera profesionalisme.
Pengaruh olah raga terhadap ekonomi juga bisa bersifat tidak langsung. Olah raga telah mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam aspek kesehatan.
Derajat kebugaran jasmani dan kesehatan yang baik akan menurunkan biaya perawatan kesehatan, dan malah meningkatkan produktivitas kerja.
Dalam konteks pembangunan Jawa Barat, pembinaan olah raga diharapkan memberikan daya ungkit (leverage) bagi pencapaian target pembangunan masyarakat. Meski tidak langsung, daya ungkit olah raga bagi pencapaian Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung diyakini akan signifikan.
Pencapaian visi dan misi pemerintah daerah membutuhkan dukungan semua pihak.
Pada sisi ini, derajat kesehatan aparatur dan masyarakat yang baik secara tidak langsung akan berdampak terhadap peningkatan kinerja dan kualitas penyelesaian tugas.
Bagaimanapun peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia , pengembangan struktur perekonomian regional yang tangguh, dan pemantapan kinerja pemerintah daerah membutuhkan dukungan aparatur yang sehat. Demikian pula dengan peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama dan budaya daerah membutuhkan dukungan masyarakat yang sehat secara fisik dan mental.

Pemberdayaan masyarakat

Olah raga telah lama menjadi instrumen pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.Peran ini bukan hanya diperlihatkan dalam ajang Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang terkesan heroik, tetapi juga diperlihatkan dalam berbagai even olah raga yang digelar sebelumnya. Kini, lingkungan strategis olah raga telah berubah. Tantangan yang dihadapi bangsa-bangsa bukan melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, tetapi memacu persaingan dan mengejar kesetaraan dalam hubungan antarbangsa. Dalam lingkup global, terjadi peningkatan kesadaran akan saling ketergantungan antarbangsa melalui difusi kultur olah raga. Dalam konteks ini, permasalahan sistem keolahragaan nasional tidak terlepas dari tekanan politik, ekonomi, dan budaya global.
Sementara dalam skala nasional, perubahan paradigma pembangunan nasional ke arah desentralisasi diikuti pula perubahan dalam kebijakan pembinaan olah raga yang searah dengan demokratisasi dalam segala bidang. Pembinaan olah raga akan lebih banyak melibatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat. Perubahan ini semestinya diikuti oleh pemberdayaan masyarakat di bidang olah raga.
Selaras dengan semangat zaman, derajat partisipasi masyarakat dalam pembangunan olah raga akan menentukan postur dan kemajuan pembangunan olah raga suatu daerah. Masyarakat bukan hanya perlu didorong dalam menjadikan olah raga sebagai kebutuhan, tetapi juga mengambil peran dalam memajukan olah raga daerah.
Pembangunan olah raga yang bertumpu pada peran serta masyarakat dulu telah dicoba dalam kemasan gerakan memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat. Gerakan ini memerlukan revitalisasi sehingga menjadi focal concern baru. Hal ini bukan tidak mungkin, karena tekanan hidup menuntut masyarakat mengubah pola hidup. Pilihan pola hidup sehat dapat menjadi solusi di saat krisis. Tentu saja kebijakan ini memerlukan instrumen pendukungnya.
Pembangunan sarana prasarana olah raga selain harus memperhatikan sebaran demografis juga tidak melupakan kebutuhan penyediaan pelayanan olah raga bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan khusus.
Pengembangan pelayanan olah raga untuk untuk kelompok khusus, terutama untuk orang cacat masih membutuhkan peningkatan dalam berbagai aspek. Untuk pembinaan kelompok khusus ini, kita masih kekurangan tenaga pembina yang kompeten maupun sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan pembinaan.
Sedangkan dalam hal pembinaan olah raga prestasi perlu didukung peningkatan sarana prasaran olah raga dan sumberdaya manusia yang kompeten. Pembinaan olah
raga prestasi diletakkan di atas landasan pendidikan jasmani dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Pembinaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa kecenderungan berikut. Pertama, introduksi dan penerapan teknologi olah raga untuk mendorong efisiensi pembinaan olah raga prestasi. Sayangnya industri olah raga dalam negeri baru sebatas memperoleh hak paten untuk memproduksi peralatan olah raga. Hal ini menunjukkan betapa tertinggalnya riset dan pengembangan dalam bidang keolah ragaan, baik di perguruan tinggi maupun di lembaga riset swasta dan milik pemerintah.
Prioritas riset dan pengembangan bisa diletakkan dalam upaya reservasi jenis olah raga tradisional yang menjadi bagian dari pranata sosial budaya masyarakat namun mulai ditinggalkan pendukungnya. Selain itu, riset dan pengembangan pun perlu diarahkan pada penyediaan peralatan dan perlengakapan olaharaga sehingga tidak sepenuhnya bergantung kepada produk luar negeri yang mahal.
Pemajuan aspek-aspek di atas membutuhkan keterlibatan semua pihak. Tidak hanya keterlibatan jajaran pemerintahan daerah, tetapi juga keterlibatan dan prakarsa para pengusaha, tokoh masyarakat, dan elemen lain.
Sudah saatnya prestasi olah raga beranjak pada level yang lebih bergengsi. Hal ini bukan perkara yang absurd, mengingat potensi yang dimiliki masyarakat lebih dari memadai. Bukan hanya potensi atlet, tetapi juga potensi dalam pembinaan. Karena itu, kata kunci pemajuan olah raga di adalah membangun sinergi, dalam menjadikan olah raga sebagai budaya masyarakat dan pembinaan olah raga prestasi di Indonesia
Olahraga memang bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan jasmani kita. Namun dibalik manfaat tersebut, olahraga juga mempunyai peluang bisnis yang menguntungkan. Apalagi jika melihat minat dan antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kompetisi olahraga tingkat nasional maupun internasional sudah sangat tinggi. Hanya dengan sedikit polesan manajemen olahraga yang andal, sebuah pagelaran olahraga yang sehat akan menjadi lebih menarik dan memberikan keuntungan bisnis yang besar.
Sayangnya, pagelaran olahraga selama ini tidak dikelola sebagai peluang bisnis yang dapat diraih dengan manajemen olahraga yang andal. Sehingga timbul kesan, pagelaran olahraga di Tanah Air masih sebatas ajang rekreasi tontonan dan ajang perjuangan untuk meraih pengakuan dunia internasion Padahal, peluang menghasilkan keuntungan bagi penyelenggara, federasi, atlet, dan sponsor masih sangat terbuka lebar. Kondisi inilah yang harus dicermati dan sudah menjadi makrokosmos ekonomi. Olahraga berperan fungsi sebagai media promosi dan kampanye pemasaran, baik itu menjadi ajang sasaran, pasar maupun sebagai komoditi."Fenomena ini seharusnya telah menyadarkan kita untuk menjadikan olahraga sebagai prime mover atau penggerak laju pertumbuhan ekonomi yang membuka kesempatan kerja, membuka peluang usaha dan ikut mensejahterakan masyrakat. Bahkan, dinegara maju , para atlet begitu dihargai dan menjadi sebuah profesi profesional. Dengan ber-kaca dari keberhasilan negara-negara tersebut dan tingginya minat masyarakat dalam negeri terhadap pagelaran olahraga, bukan tak mungkin jika Indonesia juga mampu menjadikan olahraga sebagai industri unggulan Olahraga yang telah dirancang sebagai tindustri modern yang berskala global, terbuktikan telah menjadi lokomotif atau multiplier effect terhadap tumbuhnya kegiatan bisnis baru, misalnya pariwisata, tempat hiburan, perhotelan, restoran, pengembangan usaha kecil terutama makanan dan minuman.
Sehingga pada akhirnya itu semua dapat menciptakan lapangan pekerjaan.bagai institusi pendidikan yang meneliti dan mengembangkan ilmu manajemen olahraga yang aplikatif berupaya menjawab tantangan isu industri olahraga nasional kit Hal ini penting ka-rena maju dan berkembangnya bisnis olahraga akan mendorong penelitian dan pengembangan mutu teknologi olahraga, meningkatkan prestasi, serta memperbanyak kesempatan kerja. selama ini banyak orang mengasumsikan industri olahraga sebagai pembuat perlengkapan olahraga, bukan sebagai peluang bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan. mengedukasi sebuah prospek and tantangan dari manajemen olahraga dari sudut pandang enteprenuerial yang menuju kesinambungan industri dan pertumbuhan ekonomi yang disesuaikan dengan inovasi Begitu pula dengan pengurus dan pemilik klub atau organisasi olahraga dituntut memiliki kompetensi agar setiap event dan atau pertandingan olahraga dapat menghasilkan keuntungan finansial.
Karena itu hukumnya wajib bagi mereka untuk mempunyai kompetensi manajerial baik keuangan maupun pemasaran.Jika ekonomi tumbuh maka prestasi olahraga akan meningkat," pengelolaan olahraga di Indonesia saat ini masih mengandalkan sistem kekeluargaan, padahal klub olahraga dituntut untuk dikelola secara modern dan profesional. "Pihak sponsor biasanya menuntut laporan pengelolaan keuangan yang dikucurkan," Industri olahraga tentunya akan memerlukan sebuah solusi keahlian untuk menyelenggarakan pergelaran olahraga yang sehat, menarik dan menguntungkan, lanjutnya.
PEMBAHASAN
"Olahraga tidak hanya jasmani dan rohani tetapi juga bisa menjamin kesejahteraan atletnya," bakat dan semangat saja dalam mengembangkan olahraga tidak cukup namun diperlukan manajemen olahraga yang baik dan benar.
Disaat dunia mengalami krisis keuangan global, disaat kebanyakan masyarakat negara-negara berkembang seperti Indonesia, dan negara-negara miskin di Afrika mengalami kelaparan dan kekurangan pangan, ada satu hal yang ingin saya perlihatkan kepada teman-teman semua, Ini mungkin menarik buat teman-teman yang menggemari olah raga sepakbola. Saya ingin membahas mengenai gaji para pemain sepakbola Eropa yang merupakan gaji tertinggi bagi pemain sepakbola di seluruh dunia. Ini adalah daftar 5 gaji para pemain tersebut yang merupakan gaji bulanan mereka :
1. Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan / Swedia), dan Ricardo Kaka' (AC Milan / Brazil), dengan gaji EURO 750.000 atau Rp. 11 Milyar 970 Juta perbulan
2. Lionel Messi (FC Barcelona / Argentina) dengan gaji EURO 700.000 atau Rp. 11 Milyar 172 juta
3. John Terry dan Frank Lampard (Chelsea FC dan Inggris) sebesar EURO 631.182 atau Rp. 10 Milyar 73 juta 664 ribu
4. Thierry Henry dan Samuel Eto'o (FC Barcelona dan Perancis, Kamerun) sebesar EURO 625.000 atau sama dengan Rp. 9 Milyar 975 juta
5. Pemain terbaik dunia 2008 versi FIFA, Christiano Ronaldo (Manchester United / Portugal) sebesar EURO 563.555 atau Rp. 8 Milyar 994 juta 337 ribu.
Semua itu dengan kurs Euro 1 = Rp. 15.960

Melihat gaji diatas, rasanya fantastis dan luar biasa, karena nilai nominal nya yang begitu besar dan banyak, padahal itu hanya gaji mereka dalam sebulan. Coba bandingkan disini ?? Berapa rata-rata penghasilan karyawan ?? Bahkan gaji mereka mengalahkan seorang Presiden. Pemain sepakbola di Indonesia-pun gaji tertingginya, berkisar antara Rp. 100 Juta perbulan (Bambang Pamungkas-Persija Jakarta).
Ini tidak heran, mengingat sepakbola di Eropa adalah suatu bisnis, suatu hiburan, dan suatu Industri. Banyak yang terlibat disana, misalkan saja para sponsor, pemain, pendukung, manajemen klub, dll. Mengingat perputaran uang yang begitu besar dan mereka rata-rata bermain di klub-klub besar Eropa, Mungkin mereka wajar di hargai semahal itu.
Tapi tetap saja ini terasa tidak adil menurut saya, jika dikaitkan dengan bagaimana perekonomian di negara-negara berkembang, sangat jauh gap nya.
Ini tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis, yang selalu mengeksploitasi apapun yang menghasilkan uang. Mereka memaksa para pemain sepakbola itu untuk terus bermain, rata-rata 2 sampai 3 kali per pekan. Liga Domestik, Piala Liga, dan Kompetisi Antar Klub Eropa. Sebulan berati antara 8-12 kali, dikalikan dengan 90 menit waktu pertandingan, Ini sebenarnya sangat berat dan melelahkan. Ini dikatakan salah satu Bek (pemain belakang) dari klub Manchester United asal serbia, Nemanja Vidic. dia mengatakan kalau "Bermain sepakbola di Inggris sangat menguras waktu, kita harus selalu bermain, dan harus selalu dalam kondisi prima. Kita tidak bisa menikmati setiap waktu kita, karena semuanya habis oleh sepakbola."
Tidak mengherankan kalau kebanyakan uang yang diperoleh para pemain itu habis untuk ke klub malam, koleksi mobil mewah, beli kapal pesiar, dll. Mereka melepaskan stress dengan menhambur-hamburkan uangnya.
Olahraga sebenarnya juga alat Neo-Imperialisme negara kapitalis, selain untuk menjauhkan kita dari Islam, dengan terus menyuruh kita menyaksikan sepakbola, pakaian para pemain-pun membuka aurat, misalnya kelihatan lutut. Kadang terjadi pertikaian antar sesama pendukung, seperti yang sering sekali terjadi di sepakbola Indonesia.

NILAI EKONOMI DALAM OLAHRAGA
Nilai ekonomi dalam olahraga adalah seberapa banyak olahraga tersebut disukai banyak orang dan memiliki nilai hiburan tinggi sehingga menghasilkan uang.
Nilai ekonomi olahraga mengikuti perkembangan masyarakat perbudakan dan semakin meningkat pada zaman feodalisme hinggi kini kapitalisme. Pada zaman kapitalisme ini, sisa zaman perbudakan masih bisa kita lihat seperti gulat dan tinju. Selain nilai hiburan, olahraga pada zaman feodalisme adalah juga tontonan dari kelas yang berlawanan. Kelas penguasa tuan-tuan tanah mengadu budak budak mereka untuk jadi hiburan, bila yang melawan maka akan dibunuh. Nah, zaman kapitalisme inilah olahraga dijadikan nilai ekonomi yang tinggi. Olahraga ditempatkan sebagai tempat orang mencari uang sambil berolahraga. Dalam alam kapitalisme olahraga dijadikan alat promosi sebuah produk sekaligus pengguna produk.
Organisasi olahraga modern mengalami perkembangan pesat sejak era industrialisasi. Pakar sosiologi olahraga Allen Guttman menggambarkan bahwa organisasi olahraga modern saat ini, berdasarkan pengamatannya terhadap perkembangan olahraga sejak zaman Romawi, memiliki tujuh karakteristik yang dominan.
Pertama, olahraga tidak lagi dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat religius atau keagamaan.
Kedua, olahraga bisa merupakan perwujudan pemerataan sosial di masyarakat. Sebab, tidak ada lagi batasan-batasan yang bisa menghambat partisipasi anggota masyarakat.
Di era modern ini, spesialisasi merupakan satu kunci keberhasilan. Jadi, kalau ingin berkarier di olahraga, seorang atlet harus memilih satu cabang yang menjadi fokus pilihannya. Bagi Guttman, itu merupakan karakteristik yang ketiga.
Karakteristik keempat adalah terjadinya rasionalisasi. Dengan makin kompleksnya dunia olahraga, dibutuhkan seperangkat aturan agar organisasi olahraga dan pertandingan berjalan baik.
Karakteristik kelima berkaitan dengan birokratisasi. Organisasi olahraga tidak lagi berdiri sendiri, melainkan berkaitan satu sama lain, dari tingkat perkumpulan sampai tingkat dunia.
Dengan makin majunya teknologi informasi, setiap cabang olahraga modern mencoba melakukan kuantifikasi terhadap jalannya pertandingan. Itu merupakan karakteristik keenam, dan menjadi daya tarik unik olahraga yang membedakannya dari peristiwa kesenian atau budaya lainnya. Karakteristik ketujuh menyangkut pemecahan rekor. Menjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih tinggi, dan lebih baik sangat didambakan seorang atlet.
Penelitian Guttman itu memberikan gambaran bahwa olahraga memang bukan semata aktivitas fisik. Olahraga memberikan arti lebih besar bagi individu dan masyarakat. Menariknya lagi, olahraga tidak akan pernah lepas dari perkembangan politik, ekonomi, dan sosial. Setelah era industri dan memasuki era informasi, kala peran media menjadi sangat besar, keterkaitan olahraga dengan dunia bisnis makin tidak terlepaskan. Olahraga dijadikan bagian taktik perusahaan meraup pangsa pasar dunia. Hal itu juga membawa atlet memandang olahraga sebagai ajang yang bisa memberikan kesejahteraan hidup lebih baik.
Perubahan cara pandang itu ditanggapi positif oleh Pemerintah Korea Selatan. Di saat mengalami krisis ekonomi 1998, pembangunan infrastruktur olahraga bukan saja dilanjutkan, melainkan dimanfaatkan untuk meningkatkan citra bangsa dan pembangunan ekonomi. Korea Selatan pun berani menjadi tuan rumah Piala Dunia Sepak Bola dan Pesta Olahraga Asian Games di tahun yang sama, 2002. Yang jauh lebih menarik adalah keterlibatan korporat seperti Samsung dan Hyundai yang memanfaatkan olahraga sebagai sarana strategis untuk meningkatkan citra perusahaan. Bahkan, pemerintah memberikan insentif yang dikaitkan dengan pajak kepada perusahaan Korea yang aktif berpartisipasi.
Sayang, cara pandang seperti itu tidak dimiliki para elite politik serta elite ekonomi di Indonesia. Perubahan peta politik di Indonesia berdampak besar terhadap dunia olahraga.
Kalau di era Orde Baru banyak pejabat pemerintah dan militer jadi orang nomor satu di cabang olahraga, sejak era reformasi jabatan tersebut ditinggalkan. Bahkan, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar secara tegas memerintahkan anak buahnya segera menanggalkan seluruh jabatan di olahraga agar lebih berkonsentrasi pada tugas-tugas utamanya. Da'i sendiri kemudian mundur dari jabatan Ketua Umum Lemkari. Itu diikuti Hatta Radjasa, Menteri Negara Riset dan Teknologi, yang mundur sebagai Ketua Umum Gabsi, ketika kepengurusannya baru seumur jagung. Di tingkat pemerintahan, jabatan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga dihapus Presiden Abdurrahman Wahid. Olahraga dianggap milik masyarakat, karena itu pengelolaannya dikembalikan kepada masyarakat. Instansi pemerintah yang menangani olahraga berada pada tingkat direktur jenderal, di bawah Menteri Pendidikan.Menurunnya dukungan pemerintah itu membawa keguncangan besar di masyarakat olahraga. Institusi olahraga di Indonesia ternyata belum siap membangun dirinya sendiri. Bahkan, mencari pemimpin yang paham peran olahraga seutuhnya pun makin sulit.
Apalagi memperoleh akses untuk dana pembinaan agar mampu menggerakkan olahraga dari tingkat komunitas, perkumpulan, sampai pemusatan latihan nasional. Dalam kondisi ini memang kalangan pengusaha makin banyak menempati jabatan puncak di olahraga. Sayang, minimnya pemahaman mereka terhadap karakteristik internal organisasi olahraga telah mengakibatkan roda organisasi berjalan lambat. Bahkan, perselisihan internal makin sering meletup,dan ditambah dengan pemberiaan bonus kepada atlit yanag mendapatkan mendali di kejuaraan tertentu. .
Untuk mendapatkan bonus itu, para atlet harus memberikan pengorbanan, baik di saat latihan maupun bertanding. Kondisinya sangat bertolak belakang dengan wakil rakyat, yang bisa memperoleh bonus hanya melalui lobi dari hotel ke hotel. Itulah potret bangsa Indonesia saat ini.
Kesimpulan

Pembangunan olah raga di Indonesia tidak seperti model Thailand maupun tidak memiliki National Sport Policy seperti di Malaysia. Beberapa hal yang dapat menciptakan situasi kondusif dalam membangun industri olah raga yang berkelanjutan juga belum terbangun secara kokoh.Walaupun kita sudah memiliki UU Sistem Keolahragaan Nasional serta beberapa cabang ada melakukan usaha menuju industri olah raga, namun itu semua ternyata tidaklah cukup.

Para stake holder olah raga Indonesia harus segera menyatukan suara dalam membangun olah raga di Indonesia. Salah satunya adalah menetapkan National Sports Policy yang akan menjadi acuan bersama, tanpa melihat siapa pun yang menjadi penguasanya. Serta menciptakan situasi kondusif untuk efisiensi dan efektifitas penerapan kebijakan olah raga itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar